RUU Konvensi Rotterdam : DPR Minta Pelaku Industri Persiapkan Diri

18-03-2013 / KOMISI VII

DPR dan Pemerintah saat ini sedang melakukan pembahasan  RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdamtentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional (RUU Konvensi Rotterdam), pelaku industri di Indonesia diminta mempersiapkan diriuntuk melakukan substitusi penggunaan bahan baku kimia tertentu.

Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Kunjungan Lapangan Komisi VII, Achmad Farial saat melakukan pertemuan dengan jajaran PT. Japan Medical Supply (PT. JMS) di Batam, Kamis (14/3)

“Saat ini perdagangan bahan-bahan kimia antar negara sudah semakin pesat, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan dampak dari penggunaan bahan-bahan kimia, khususnya Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) bagi kesehatan manusia dan lingkungan,” kata Achmad Farial.

“Perdagangan bahan-bahan kimia termasuk bahan berbahaya dan beracun jumlahnya sudah sangat banyak dan masih sulit dikendalikan. Sulitnya mengendalikan penyebaran bahan kimia, dikarenakan banyaknya instansi serta lembaga yang terlibat dalam perdagangannya,” tambahnya.

Hal ini menurut Achmad Farial, menimbulkan kekhawatiran pemerintah yang masih memiliki keterbatasan infrastruktur untuk menjamin keamanan atas penggunaan bahan berbahaya dan beracun tersebut.

“Diharapkan dengan kunjungan ke PT. JMS Batam ini, untuk mengetahui kesiapan pelaku usaha terkait pengaturan bahan kimia dan pestisida yang berbahaya sebagaimana diatur RUU Konvensi Rotterdam,” ujar politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Sementara,  Muhammad Ilham Malik, Kepala Kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Regional Sumaterayang turut hadir dalam pertemuan tersebut, mengatakan saat ini DPR dan Pemerintah tengah membahas  RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam tersebut sebagai pengawasan yang lebih ketat terhadap praktik perdagangan global bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

RUU tentang Pengesahan Konvensi Rotterdam ini  nantinya akan berdampak dalam proses pengambilan keputusan ekspor dan impor bahan baku kimia.

“Kami juga membutuhkan masukan dari industri pengguna bahan baku kimia sebagai informasi. Industri juga harus siap menghadapi ini termasuk menyiapkan baha subtitusinya,” katanya.

Dia mengatakan selama ini sesuai PP 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, KLH berperan untuk memberikan rekomendasi melalui notifikasi untuk pemasukan bahan baku kimia yang tidak terlampir dalam PP tersebut ke Indonesia.

Namun, jika RUU ini disahkan terdapat beberapa bahan baku kimia berbahaya tertentu beserta turunannya yang akan terbatas digunakan oleh industri.

Sehingga KLH mengkhawatirkan pemasukan kebutuhan bahan baku kimia untuk industri tidak terakomodir karena RUU tersebut.

“Subtitusi ini harus terakomodir dan jangan terlalu menyempitkan industri,” tutur dia.

Dia juga mengatakan Pemerintah juga kesulitan menghadapi perkembangan turunan bahan baku kimia sehingga perlu dipikirkan pengkategorian industri pengguna bahan baku kimia berbahaya.

Hal ini untuk mengantisipasi masuknya industri baru ke Indonesia namun memiliki bahan baku kimia atau merek dagang kimia yang tidak terlampir dalam identifikasi tujuh bahan kimia yang masuk kategori Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dalam Ratifikasi Konvensi Rotterdam.

“Dari 7 identifikasi yang masuk kategori B3, kalau ada perubahan proses bahan baku industri harus jadi masukan ke pemerintah,” paparnya.

Dia menjelaskan saat ini di Indonesia terdapat tiga konvensi mengenai lingkungan hidup. Yakni Konvensi Basel yang mengatur tentang limbah b3, Konvensi Stockholm mengenai pelarangan penggunaan persisten organik polutan limbah B3 yang sudah di ratifikasi Indonesia pada 2009.

Adapun konvensi Rotterdam, tambah Ilhamlebih spesifik mengawasi tentang ekspor impor B3 bahan kimia berbahaya dan pestisida yang boleh digunakan dan terbatas digunakan.

Indonesia sendiri menandatangani Konvensi Rotterdam pada tanggal 11 September 1998 yang berlaku mulai tanggal 24 Februari 2004. Sampai saat ini telah 149 negara yang meratifikasi Konvensi Rotterdam.

Selama ini, menurut Ilham,industri dapat memasukkan bahan baku kimia beserta merek dagang yang terlampir  dalam konvensi dengan memperoleh notifikasi dari KLH setelah melalui pencocokan merek dagang dan HS Number.“Mekanisme ini yang diatur Rotterdam,”ungkapnya. (sc)

BERITA TERKAIT
Komisi VII Minta Pemerintah Perluas Keterlibatan UMKM dalam Program MBG
08-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, mendorong pemerintah untuk memperluas keterlibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil,...
Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang
07-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty menyoroti pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) namun...
Khawatir Status UNESCO Dicabut, Kaji Ulang Izin Resort di TN Komodo
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk mengkaji ulang pemberian Izin...
Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Industri Harus Jadi Lokomotif Pemerataan
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, menyampaikan apresiasi atas capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen...